Bukan Surfing Biasa

 Halo Sahabat Lantana Ungu,


Kembali lagi Emak—calon mahasiswi Bunda Sayang—mengerjakan tugas lanjutan. Kali ini tugas berselancar, naik papan surfing di Pulau Cahaya.


Surfing bukan sembarang surfing, ya sahabat. Di sini ada aturan mainnya. Dalam Institute Ibu Profesional dikenal dengan sebutan Code Of Conduct. Di setiap komunitas, selalu ada aturannya betul begitukan Sahabat?


Tujuan adanya CoC agar peserta tidak melakukan hal yang merugikan orang lain. Juga diterbitkannya CoC ini untuk membuat peserta menghargai majelis. Serta peserta fokus terhadap tujuan dalam mengikuti kajian ilmu.


Bagiku, aturan memang diperlukan. Seperti kita hidup sebagai khalifah di muka bumi, Allah telah melengkapinya dengan Al-Qur'an dan hadits. Sebagai pedoman hidup agar bisa menggapai surga.


Dalam komunitas Ibu Profesional terkenal dengan jargon, "apa saja boleh kecuali yang tidak boleh." Untuk itu perlu banget kita tahu apa itu yang tidak boleh. Supaya kemaslahatan terjaga, terlebih terlihat bermatabat. Poin utamanya supaya tidak di kick off dari komunitas sebagai bagian dari konsekuensi berkomunitas.

Agar CoC berjalan selaras perlu banget prinsip berkomunitas. Saya tuh suka kritik pemerintah dan bicara khilafiyah. Namun kembali pada tujuan utama berkomunitas kali ini adalah untuk menuntut ilmu, ingin menjadi ibu profesional. Jadi untuk dua poin tersebut saya bisa lakukan di luar forum IP.


Bagi saya dalam mematuhi peraturan itu yang paling penting adalah mengetahui apa saja larangannya. Ini titik aman bagi saya, baik dalam bekerja sama dalam sebuah perusahaan, sekolah atau dalam lembaga lainnya. Saya harus tahu, apa saja yang bisa membuat saya dikeluarkan dari suatu organisasi. Supaya bisa berjaga-jaga, tidak sampai dikeluarkan.


Seperti dulu waktu sekolah di STM Pembangunan, ada peraturan yang berbunyi, "tidak masuk sekolah tanpa izin (alpa) sebanyak lebih dari dua kali setahun tidak naik kelas." Itu saya garis bawahi dan diingat, bahwa saya boleh tidak izin jatahnya dua hari. Dan itu saya pergunakan dengan baik tentunya.


Seperti saat bekerja ada peraturan perusahaan juga. Misalnya, terlambat lima kali dalam satu bulan akan mendapatkan surat peringatan (SP). Dan biasanya setelah dapat SP 3 kali konsekuensi lanjutannya adalah dikeluarkan. Itu juga saya baca sungguh-sungguh. Jadi berupaya tidak terlambat lima kali. Empat kali saja sudah aman, gaes. 😂


Gimana ... gimana ....


Kurang bermartabat ya?


Itu kisah masa silam saya, dan sepertinya prinsip berkomunitasnya perlu diperbaharui. Utamanya yaitu, berani mengambil konsekuensi dari apa yang telah dikerjakan.


Tak lupa, perlu kiranya mengucapkan terima kasih kepada Mbak-mbak yang sudah memandu dalam wahana surfing. Mengingatkan bahwa berselancar dalam komunitas untuk menghadapi badai yang datang perlu mengokohkan papan selancar dengan mengingat CoC.


Jika dirasa peraturannya membebani, dan rasanya membuat mood kurang baik. Bisa memilih komunitas lain yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Semoga nanti ketika berselancar bisa lebih bermartabat. 


Perlu diingat juga pesan dari Mbak-mbak pemandu wahana surfing, mengenai adab menuntut ilmu.


  1. Niat ikhlas membersihkan jiwa, untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat dan mengamalkannya.
  2. Bergegas datang ke kelas ketika kajian ilmu dimulai. Tidak datang terlambat.
  3. Mengosongkan gelas supaya mendapatkan ilmu baru dan mengokohkan ilmu yang sebelumnya jika materi yang diperoleh sudah pernah dipelajari. Tidak boleh sok tau.
  4. Mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh. Berniat untuk memperbaiki diri.

Cerita tentang CoC


Seperti yang saya kisahkan di atas, sebagai khalifah di muka bumi, Allah telah membekali kita dengan aturan yang ahsan. Begitu pula dengan berkomunitas, selalu ada peraturan yang harus dipatuhi supaya visi dan misi komunitas terlaksana dengan baik.

Ketika mengikuti matrikulasi batch #7 kemarin, hal yang paling saya ingat adalah dilarang menjadi silent reader (SR) karena itu tidak bermartabat. Harus menghargai pemandu kelas, wali kelas dan juga fasilitator dengan berpartisipasi ketika kajian ilmu dilaksanakan. Seperti menjawab salam, dan terlibat dalam diskusi.

Bagi saya menyimak kelas waktu fasilitator menjelaskan, adalah hal utama yang harus dikerjakan. Untuk itu ketika ada tawaran untuk menjadi perangkat kelas saya bersedia. Menjadi koordinator kelas mendapatkan banyak manfaat bagi saya, saya jabarkan ya.

Dengan menjadi koordinator kelas saya harus memantau kelas, menjadi moderator dan notulis. Artinya saya hadir nomer satu, memiliki kesempatan bertanya nomer satu. Hadir sebelum fasilitator hadir. Artinya sudah memyiapkan diri untuk belajar.

Dengan menjadi koordinator mingguan, pada pekan tersebut, saya tidak hanya datang tepet waktu, tapi mengikuti kelas hingga kelas berakhir. Dan langsung melakukan murojaah ilmu dengan membuat notulensi diskusi.

MasyaAllah tabarakallah ... tidak menjadi SR ternyata banyak manfaatnya.

Benar adanya, bila adab baik terhadap guru mampu membuat ilmu yang disampaikan tidak lekas luntur, Allah berkahkan kemudahan dalam menerima ilmu dan mengamalkannya.

Melalui wahana surfing, semakin mantap untuk menuju kelas Bunda Sayang.

Sukma (lantanaungu.com)
Lantana Ungu adalah seorang Ibu dengan dua orang putri, menyukai dunia literasi dan berkebun. Memiliki 11 karya antologi dan sedang ikut serta dalam beberapa proyek buku antologi. Sangat tertarik dengan dunia parenting, terutama parenting Islami. Email Kerja Sama: sukmameganingrum@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar